KONSERVASI ARSITEKTUR
MUSEUM BAHARI JAKARTA UTARA
DISUSUN OLEH :
DEPI MUSTIKA SARI
21315703
4TB03
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang terdiri sari 17.504 pulau
dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas perairan terdiri dari laut teritorial,
perairan kepulauan dan perairan pedalaman seluas 2.7 juta km atau 70% dari luas
wilayah NKRI.
Batas
darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan berbagai negara
yaitu Malaysia, Papua New Guinea dan Timur Leste. Perbatasan darat negara Indonesia
tersebar di 3 pulau, 4 provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing
memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda.
Negara
Indonesia disebut sebagai bangsa bahari dengan hamparan laut yang luas yang merupakan
potensi bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan sumberdaya laut yang memiliki
keragaman baik sumberdaya hayati maupun sumber daya lainnya.
Berikut
ini merupakan beberapa aspek pemanfaatan dan pengelolaan potensi laut yang
dapat memberikan manfaat kepada manusia dibeberapa bidang yaitu :
1. Transportasi
yaitu laut sebagai medium transportasi telah dikenal sejak dulu, baik antar
pulau atau benua mulai dari teknologi sederhana hingga saat ini dengan
teknologi modern.
2. Sumber
makanan, laut sebagai sumber protein hewani (perikanan) dan nabati (rumput
laut), sumber makanan tersebut berperan sebagai komoditi dalam perdagangan laut
di Indonesia.
Laut
sebagai sumber daya alam yang dapat terganggu atau dapat terjadi kerusakan
karena dieksploitasi dan berimbang serta dicemari oleh berbagai limbah akibat
aktivitas manusia di dataran maupun di laut.
Maka
dalam Konservasi Arsitektur ini penulis membahas Museum Bahari yang berlokasi
di Jl. Ps. Ikan No.1, RT.11, Penjaringan, Jakarta Utara. Museum bahari ini
merupakan gedung bekas gudang rampah-rempah VOC. Museum ini sering dikunjungi
oleh wisatawan asing sedangkan wisatawan local sedikit yang mengunjungi museum
bahari ini.
Letak
Museum Bahari ini dahulu berada di kawasan Sunda Kelapa dimana kawasan tersebut
merupakan kawasan perniagaan yang paling sibuk, ramai dan dijaga ketat oleh
tentara Belanda. Kapal-kapal besar yang mengangkut beragam jenis rempah-rempah
bersender di galangan kapal VOC di kawasan Sunda Kelapa.
1.2
Sejarah
Kawasan
Museum
Bahari dahulu merupakan tempat gudang rempah-rempah VOC, yang terletak di teluk
Jakarta. Dahulu tempat ini menjadi pusat perniagaan penting. Begitu sibuknya
sehingga perlu dijaga ketat, kapal-kapal besar dan kecil hilir-mudik mengangkut
rempah-rempah yaitu berupa cengkeh, buah pala, lada kayu manis, kayu putih,
tembakau, kopra, daun the, biji kopi dan lain-lain diangkut ke Eropa dan
beberapa negara lain.
Hasil
bumi ini menjadi monopoli komoditi penting perusahaan dagang VOC (Vereningde
Indische Compagnie) Belanda. Museum Bahari ini menyimpan 126 koleksi
benda-benda sejarah kelautan. Terutama kapal dan perahu-perahu niaga
tradisional. Di antara puluhan miniatur yang dipajang terdapat 19 koleksi
perahu asli dan 107 buah miniatur, foto-foto dan biota laut lainnya.
Museum
bahari dibangun pada tahun 1652 oleh pemerintahan kolonial Hindia-Belanda di
Batavia. Tepatnya di jalan Pasar Ikan Jakarta Utara, menghadap Teluk Jakarta.
Disebelah kanan tak jauh dari gudang induk dibangun menara. Sekarang dikenal
dengan nama Menara Syahbandar dibangun tahun 1839 untuk proses administrasi
keluar masuknya kapal sekaligus sebagai pusat pengawasan lautan dan daratan
sekitar.
Secara
signifikan gudang tersebut mengalami perubahan. Tahun perubahan itu dapat
dilihat pada pintu-pintu masuk. Di antaranya tahun 1718, 1719 dan 1771. Pada
masa pendudukan Jepang, tepatnya ketika perang dunia II meletus (1939-1945)
gudang tersebut menjadi tempat logistik peralatan militer tentara Dai Nippon.
Setelah Indonesia Merdeka difungsikan untuk gudang logistik PLN (Perusahaan
Listrik Negara) dan PTT (Post Telepon dan Telegram).
Sejauh
ini gudang bersejarah itu tampak lebih utuh setelah direnovasi Pemda DKI
Jakarta dan diresmikan menjadi Museum Bahari pada 7 Juli 1977 oleh Ali Sadikin,
yang pada waktu itu menjabat Gubernur DKI Jakarta. Di perut Museum Bahari
tersimpan benda-benda sejarah berupa kapal dan perahu-perahu asli maupun miniatur.
Mengingatkan kepada kita bahwa sejak jaman dahulu kala ‘nenek moyangku orang
pelaut’. Ada kebanggaan ‘kebaharian’ dari bangsa pemberani di dalam mengarungi
samudra luas dan ganas.
Didalam
museum ini terdapat sejarah bahari yang dipajang yaitu antara lain perahu
tradisi asli Lancang Kuning (Riau), Perahu Phinisi Bugis (Sulawesi Selatan),
Jukung Karere (Irian) berukuran panjang 11 meter. Miniatur Kapal VOC Batavia,
miniatur kapal latih Dewa Ruci, biota laut, foto-foto dan sebagainya. Museum
ini selain sebagai pusat informasi budaya kelautan, juga menjadi tempat wisata
pendidikan bagi leluhur baru yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai
sejarah kebaharian bangsa tempo dulu.
Bangunan
museum bahari ini merupakan bangunan museum berlantai tiga, bangunan ini
dipersiapkan secara matang oleh arsitek colonial Belanda agar dapat bertahan
lama terhadap gempuran badai laut tropis yang mengandung garam. Tembok museum
ini sangat tebal, tiang-tiang oenyangga langit-langitnya kokoh. Menggunakan kayu
ulin (kayu besi) berukuran besar sehingga tak gampang keropos dari gangguan
cuaca maupun rayap.
Tiang-tiang
penyangga berjajar ditiap lantai ruangan yang luas dan lebar. Sampai saat ini
tiang-tiang penyangga masih sangat kokoh dan udara ruangan masih tetap terjaga.
Hal tersebut dahulu agar rempah-rempah yang tersimpan dapat bertahan lama dan
tidak mudah membusuk.
Rancangan
teknis pengaturan sirkulasi udara menjadikan ruangan terasa sejuk. Sehingga rempah-rempah
tetap segar sebekum dikirim keberbagai tempat yang jauh. Pengaturan sirkulasi
udara itu diupayakan dengan menempatkan puluhan jendeka berukuran besar pada
tiap ruangan, bahkan jendela-jendela lebar tersebut selalu terbuka pada siang
sampai malam sepanjang masa.
1.3
Rumusan
Masalah
Bagaimana
penanganan dan langkah terbaik untuk melestarikan museum bersejarah dengan
membuat fasilitas atau sarana penunjang yang dapat meningkatkan aktivitas dan
pengunjung kedalam Museum Bahari ?
1.4
Tujuan
Dalam konservasi
Arsitektur ini penulis mendapatkan tujuan yaitu mendapatkan pengetahuan atau
tindakan yang tepat untuk agar museum bahari dapat menjadi tempat wisata yang
nyaman dan dapat lebih dikunjungi oleh wisatawan local maupun wisatawan asing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pemeliharaan
Bangunan
Maintenance
atau
pemeliharaan pada bangunan dimaksudkan sebagai gabungan dari tindakan teknis
dan administratif yang dimaksudkan untuk mempertahankan, dan memulihkan fungsi
bangunan sebagai mana yang telah direncanakan sebelumnya. Keberhasilan suatu
bangunan dinilai dari kemampuan bangunan unutk ada pada kondisi yang
diharapkan, yang dipengaruhi oleh beberapa persyaratan, antara lain :
a. Persyaratan
fungsional adalah persyaratan yang terkait dengan fungsi bangunan. Setiap
bangunan memiliki persyaratan fungsional umum dan khusus yang perlu di penehui.
b. Persyaratan
performance, masing-masing bangunan memiliki performance bangunan
yang sangat spesifik. Performance bangunan mencakup banyak aspek,
mulai dari performance fisik luar bangunan, sampai pada elemen-elemen Mechanical
& Electrical (ME). Tindakan pemeliharaan bangunan sangat ditentukan
oleh tuntutan performance yang terkait dengan fungsi bangunan.
c. Persyaratan
menurut undang-undang. Persyaratan menurut undang-undang merupakan persyaratan
bangunan yang tidak bisa diabaikan, karena menyangkut regulasi dan legalitas.
d. Persyaratan
menurut user. Persyaratan menurut user biasanya berkaitan
dengan kenyamanan. Kenyamanan user merupakan ukuran keberhasilan suatu
bangunan. Biasanya bangunan yang memiliki persyaratan user adalah
bangunan-bangunan sewa dan bangunan-bangunan umum.
Idealnya, pada tahap desain, perencana telah menyusun
kriteria-kriteria untuk menghasilkan suatu performansi tertentu sehingga
aktifitas pemeliharaan yang dilakukan selama masa operasi gedung akan lebih
efektif. Namun seringkali kriteria-kriteria semacam itu tidak dibuat sehingga
menimbulkan kesulitan dalam menentukan program pemeliharaan sampai tahap pelaksanaannya. Kegiatan
pemeliharaan bangunan meliputi berbagai aspek yang bisa dikategorikan dalam 4
kegiatan, yaitu:
1. Pemeliharan rutin harian.
2. Rectification (perbaikan bangunan
yang baru saja selesai)
3. Replacement (penggantian bagian yang
berharga dari bangunan)
4. Retrofitting (melengkapi bangunan
sesuai kemajuan teknologi)
Secara
sederhana, pemeliharaan bangunan dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu:
pemeliharaan rutin dan pemeliharaan remedial/perbaikan.
2.2
Pemeliharaan
Rutin
Pemeliharaan
rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan dengan interval waktu tertentu
untuk mempertahankan gedung pada kondisi yang diinginkan/sesuai. (Chanter
Barrie & Swallow Peter, 1996, h.119 ). Contohnya pengecatan dinding luar 2
tahunan, pengecatan interior 3 tahunan, pembersihan dinding luar dll. Jenis
pekerjaan pemeliharaan rutin juga berupa perbaikan atau penggantian komponen yang
rusak, baik akibat proses secara alami atau proses pemakaian.
Pada
pemeliharaan rutin sangat penting untuk menentukan siklus pemeliharaan. Siklus
pemeliharaan ditentukan berdasarkan data fisik gedung dan equipment yang cukup
dalam bentuk dokumentasi, manual pemeliharaan maupun catatan pengalaman dalam
pekerjaan pemeliharaan sebelumnya. Sehingga rencana program pemeliharaan, jenis
pekerjaan dan anggaran dapat segera dibuat.
Kendala-kendala yang terdapat pada pemeliharaan
rutin adalah :
a. Pemilik/owner
Seringkali
para pemilik gedung tidak melaksanakan program pemeliharaan yang sudah dibuat,
bahkan cenderung memperpanjang interval pemeliharaan dengan tujuan mengurangi
beban biaya pemeliharaan agar keuntungan yang didapat lebih besar. Padahal
dengan tertundanya jadwal pemeliharaan rutin akan mengakibatkan bertumpuknya
kualitas kerusakan (multiplier effect ) yang akhirnya membutuhkan biaya
perbaikan yang jauh lebih besar.
b. Kurangnya data dan pengetahuan
Seringkali
pemeliharaan rutin tidak dapat dilakukan akibat kurangnya data baik manual,
sejarah pemeliharaan maupun dokumentasi. Disamping itu juga kekurangan
pengetahuan dari personil pengelola gedung baik tingkat manajerial maupun
pelaksana mengakibatkan program pemeliharaan dan pelaksanaannya kurang optimal.
2.3
Pemeliharaan
Remedial
Pemeliharaan remedial adalah pemeliharaan perbaikan yang
diakibatkan oleh:
a. Kegagalan teknis/manajemen bisa
terjadi pada tahap konstruksi maupun tahap pengoperasian bangunan.
b. Kegagalan konstruksi dan desain,
dalam hal ini faktor desain dan konstruksi berhubungan erat. Kesalahan dalam
pemilihan bahan bangunan dan kesalahan dalam pelaksanaan atau pemasangan.
c. Kegagalan dalam pemeliharaan yang
disebabkan oleh : Program pemeliharaan rutin yang dibuat tidak memadai, Program
perbaikan yang tidak efektif, Inspeksi-Inspeksi yang tidak dilaksanakan dengan
baik, dan Data-data pendukung pemeliharaan yang tidak mencukupi.
Secara lebih luas, kegiatan
pemeliharaan dapat diklasifikasikan menjadi:
1.
Pemeliharaan
terencana / planned
2.
Pemeliharaan
tidak terencana / unplanned
2.4
Pemeliharaan
Bangunan Berlantai Banyak
Pada bangunan berlantai banyak yang disewakan,
terdapat 3 pihak yang berke-pentingan dalam menentukan performance bangunan,
yaitu :
Ø Owner/Pemilik
Gedung
Ø Tenant/Penyewa
Ø Building
Management/Pengelola Bangunan
Masing-masing pihak memiliki
tuntutan performance berbeda. Mengingat kompleksitas peker-jaan yang sangat
besar, maka manajemen pemeliharaan da-lam gedung bertingkat tinggi biasanya
dilakukan oleh se-buah organisasi pemeliharaan yang disebut organisasi
pemeliharaan gedung.
Organisasi pemeliharaan pada gedung perkantoran biasanya
masuk dalam organisasi pengelola yang lebih besar yang disebut Building
Management. Organisasi Building Management pada gedung berlantai banyak
bervariasi tergantung pada organisasi induk, fungsi gedung, luas lantai dan
jumlah lantai.
Dalam
konteks pemeliharaan gedung, Building Management melaksanakan perawatan dan
perbaikan gedung, fasilitas dan kelengkapan gedung dengan tujuan tercapainya :
1. Reliabilitas ( kehandalan )
2. Availabilitas ( ketersediaan )
3. Memperpanjang umur teknis
4. Memberikan nilai tambah
Untuk mencapai hal diatas maka Building
Management harus membuat jadwal pemeliharaan sesuai spesifikasinya baik
fisik gedung maupun mekanikal dan elektrikalnya.
Tindakan pemeliharan yang sifatnya
mendadak dan tidak direncanakan, biasa dilakukan atas dasar komplain dari pihak
penyewa/tenant. Komplain ini akan disampaikan padacustomer service dan
kemudian akan disampaikan kepada organisasi pemeliharaan gedung untuk ditindak
lanjuti.
2.5
Pemeliharaan bangunan
dengan material metal / logam
Kemajuan industri dan teknologi
logam (baja) sebagai material bangunan, membuat baja menjadi material yang
handal dan banyak dipakai. Material ini banyak dipakai karena sifatnya yang
kuat tarik maupun tekan, ringan, presisi dalam ukuran, mudah dalam pengerjaan
sehingga menghemat waktu konstruksi. Namun diantara berbagai keunggulannya,
material baja memiliki kekurangan yaitu sifatnya yang mudah berkarat/korosif.
Korosi sebenarnya suatu reaksi kimia
pada logam dengan unsur lain yang berhubung dengannya, sehingga terjadi erosi
pada salah satu permukaaan. Korosi dapat terjadi juga bila dua jenis logam
bersentuhan dan terjadi perbedaan potensial listrik. Sementara menurut faktor
penyebab, korosi bisa diklasifikasikan menjadi: 1. atmospheric corrosion,2.
immersed corrosion, 3. underground corrosion.
Selain baja yang korosif, ada
beberapa jenis material logam lainnya yang tidak korosif dan lazim dipakai pada
bangunan, antara lain: aluminium, stainless steel, dll. Logam jenis ini
banyak dipakai dalam bangunan karena material ini tergolong material yang free
maintenance.
2.6
Pemeliharaan bangunan konservasi
Karya seni bangunan dari manapun dan
oleh siapapun sebaiknya dilihat sebagai bagian dari keberadaan total yang
terbuka untuk dihargai dan memperkaya sumber-sumber pembangunan. Konservasi
sebagai suatu proses memelihara ‘place’ untuk mempertahankan nilai-nilai
estetik, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial yang berguna bagi generasi
lampau, sekarang dan masa yang akan datang, termasuk di dalamnya ‘maintenance’
sangat tergantung kepada keadaan termasuk juga ‘preservation‟,
„restoration‟, „reconstruction‟ dan „adaptation‟ dan kombinasinya.
‘Maintenance’ bertujuan memberi perlindungan dan
pemeliharaan yang terus menerus terhadap semua material fisik dari ‘place’,
untuk mempertahankan kondisi bangunan yang diinginkan. Jenis pekerjaan
pemeliharaan rutin juga bisa berupa perbaikan. Perbaikan mencakup ‘restoration’
dan ‘reconstruction’, dan harus diperlakukan semestinya.
Kerusakan-kerusakan yang harus diperbaiki bisa diakibatkan oleh proses alami,
seperti kerapuhan, lapuk, kusam atau proses pemakaian, seperti goresan, pecah
dsb.
Misalnya tentang talang :
1. Pemeliharaan, inspeksi dan
pembersihan talang secara rutin
2. Perbaikan, restorasi; mengembalikan
talang yang bergeser ketempat semula
3. Perbaikan, rekonstruksi, yaitu
mengganti talang yang lapuk.
Pada pemeliharaan rutin sangat
penting untuk menentukan siklus pemeliharaan dan hal ini bisa ditentukan
berdasarkan data fisik gedung dan equipment yang cukup dalam bentuk dokumentasi
Pemeliharaan pada bangunan konservasi mempunyai tingkat
intervensi menurut skala peningkatan keradikalannya, yaitu :
- Preservasi : berkenaan secara tidak langsung terhadap pemeliharaan artifak pada kondisi fisik yang sama seperti ketika diterima olek kurator. Penampilan estetiknya tidak boleh ada yang ditambah atau dikurangi. Intervensi apapun yang perlu untuk mem „preserve‟ integritas fisiknya hanya boleh pada permukaan (kulit) saja dan tidak mencolok (seperti kosmetik).
- Restorasi : Menjelaskan proses pengembalian artifak pada kondisi fisik dalam periode yang silam yang berubah sebagai akibat dari perkembangan. Tahap mana yang tepat, ditentukan oleh kesejarahannya atau integritas estetikanya. Intervensi ini lebih radikal dari pada preservasi yang sederhana.
- Konservasi dan Konsolidasi : Menjelaskan intervensi fisik terhadap bahan/elemen bangunan yang ada untuk meyakinkan kesinambungan integritas struktural. Ukurannya dapat berkisar dari terapi minor sampai yang radikal.
- Rekonstitusi : Bangunan hanya dapat diselamatkan secara bagian per bagian, ditempat semula atau di tapak yang baru.
- Penggunaan kembali yang adaptif : Seringkali merupakan cara yang ekonomis untuk menyelamatkan bangunan dengan mengadaptasikannya pada kebutuhan pemilik barunya. Melibatkan intervensi yang agak radikal, terutama pada organisasi ruang dalamnya.
- Rekonstruksi : Menjelaskan tentang pembangunan kembali sebuah bangunan yang hilang di tempat semula. Bangunan rekonstruksi bertindak sebagai pengganti tiga dimensional dari struktur asli secara terukur, bentuk fisiknya ditetapkan oleh bukti arkeologis, kearsipan serta literatur.Merupakan salah satu intervensi paling radikal.
- Replikasi : Dalam bidang arsitektur, berkenaan dengan konstruksi tiruan bangunan sebenarnya yang masih ada, tapi jauh letaknya. Replika tersebut menyerupai aslinya. Secara fisik replika lebih akurat daripada rekonstruksi, karena prototipnya dapat dipakai sebagai alat kontrol terhadap proporsi , polichrom, tekstur. ini merupakan intervensi paling radikal, tapi mempunyai kegunaan yang spesifik untuk sebuah musium misalnya.
Perhatian khusus dalam preservasi dan konservasi lingkungan
bersejarah berbeda dari suatu negara dengan negara lain, akan tetapi beberapa
prinsip yang melatar belakangi penting memelihara aset kota atau negara yang
disarikan sebagai berikut:
1. Identitas dan „Sense Of Place‟ :
Peninggalan sejarah adalah satu-satunya hal yang menghubungkan dengan masa
lalu, menghubungkan kita dengan suatu tempat tertentu, serta membedakan kita
dengan orang lain.
2. Nilai Sejarah : Dalam perjalanan
sejarah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa yang penting untuk dikenang,
dihormati, dan dipahami oleh masyarakat. Memelihara lingkungan dan bangunan
yang bernilai historis menunjukan penghormatan kita pada masa lalu, yang
merupakan bagian dari eksistensi masa lalu.
3. Nilai Arsitektur : Salah satu alasan
memelihara lingkungan dan dan bangunan bersejarah adlah karena nilai
instrinsiknya sebagai karya seni, dapat berupa hasil pencapaian yang tinggi,
contoh yang mewakili langgam/mazhab seni tertentu atau sebagai landmark.
4. Manfaat ekonomis : Bangunan yang
telah ada seringkali memiliki keunggulan ekonomis tertentu. Bukti empiris
menunjukan bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada seringkali lebih murah
dari pada membuat bangunan baru. Di negara maju, proyek konservasi telah
berhasil menjadi pemicu revitalisasi lingkungan kota yang sudah menurun
kualitasnya, melalui program urban renewal dan adaptive-use .
5. Pariwisata dan Rekreasi : Kekhasan
atau nilai sejarah suatu tempat telah terbukti mampu menjadi daya tarik yang
mendatangkan wisatawan ke tempat tersebut.
6. Sumber Inspirasi : Banyak tempat dan
bangunan bersejarah yang berhubungan dengan rasa patriotisme, gerakan sosial,
serta orang dan peristiwa penting di masa lalu.
7. Pendidikan : Lingkungan, bangunan
dan artefak bersejarah melengkapi dokumen tertulis tentang masa lampau. Melalui
ruang dan benda tiga-dimensi sebagai laboratorium, orang dapat belajar dan
memahami kehidupan dan kurun waktu yang menyangkut peristiwa, masyarakat, atau
individu tertentu, serta lebih menghormati lingkungan alam.
Prinsip-Prinsip Konservasi Menurut Burra
Charter
1. Tujuan akhir konservasi adalah untuk
mempertahankan ‘cultural significance’ (nilai-nilai estetik, sejarah,
ilmu pengetahuan dan sosial ) sebuah ‘place’ dan harus mencakup faktor
pengamanan, pemeliharaan dan nasibnya di masa mendatang.
2. Konservasi didasarkan pada rasa
penghargaan terhadap kondisi awal material fisik dan sebaiknya dengan
intervensi sesedikit mungkin. Penelusuran penambahan-penambahan, perbaikan
serta perlakuan sebelumnya terhadap material fisik sebuah ‘place’
merupakan bukti-bukti sejarah dan penggunaannya.
3. Konservasi sebaiknya melibatkan
semua disiplin ilmu yang dapat memberikan kontribusi terhadap studi dan
penyelamatan ‘place’.
4. Konservasi sebuah ‘place’
harus mempertimbangkan seluruh aspek „cultural significance’nya tanpa
mengutamakan pada salah satu aspeknya.
5. Konservasi harus dilakukan dengan
melalui penyelidikan yang seksama yang diakhiri dengan laporan yang memuat ‘statement
of cultural significance‟, yang merupakan prasyarat yang penting untuk
menetapkan kebijakan konservasi.
6. Kebijakan konservasi akan menentukan
kegunaan apa yang paling tepat.
7. Konservasi membutuhkan pemeliharaan
yang layak terhadap ‘visual setting’, misalnya: bentuk, skala, warna,
tekstur dan material. Pembangunan, peruntukan, maupun perubahan baru yang
merusak ‘setting’, tidak diperbolehkan. Pembangunan baru, termasuk
penyisipan dan penambahan bisa diterima, dengan syarat tidak mengurangi atau
merusak ‘cultural significance place’ tersebut.
8. Sebuah bangunan atau sebuah karya
sebaiknya dibiarkan di lokasi bersejarahnya. Pemindahan seluruh maupun sebagian
bangunan atau sebuah karya, tidak dapat diterima kecuali hal ini merupakan
satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkannya.
9. Pemindahan isi yang membentuk bagian
dari ‘cultural significance‟ sebuah ‘place‟ tidak dapat diterima,
kecuali hal ini merupakan satu-satunya cara yang meyakinkan keselamatannya dan
preservasinya.