Kritik
Arsitektur Deskriptif
Sirkulasi
& Aksesibilitas Pada Bangunan Yayasan Budi Daya Kasih, Cijantung, Jakarta
Timur
DEPI
MUSTIKA SARI
4TB03
TEKNIK
ARSITEKTUR
ABSTRAK
Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang
dapat meningkatkan kapasitas kemampuan seorang anak, tetapi juga menjadi alat
untuk memenuhi kebutuhan manusia (Kumar, 2007). Selain Pendidikan Regular
adapula pendidikan untuk anak yang memiliki kebutuhan khusus yaitu Pendidikan
Khusus.
Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, social atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Tahun 2003). Pendidikan khusus atau Pendidikan Luar Biasa (SLB) adalah bagian
terpadu dari sistem pendidikan nasional yang secara khusus diselenggarakan bagi
peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau kelainan prilaku. Pada
umumnya pendidikan luar biasa diselenggarakan di Sekolah Luar Biasa
(Mnagunsong, 1998).
Yayasan Budi Daya Kasih merupakan sebuah sekolah
milik swasta, gedung Yayasan Budi Daya Kasih ini disumbangkan oleh Women’s
International Club Jakarta
Penulis melakukan penelitian pada bagian bangunan
SLB C. Pada Yayasan Budi Daya Kasih ini SLB bagian C merupakan gabungan dari
SLB B dan SLB D.
Kata Kunci : Pendidikan Khusus,
Inklusi, Badan Pusat Statistik, Yayasan Budi Daya Kasih
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibukota negara Indonesia dan kota
terbesar di Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yanag
memiliki status setingkat provinsi. Letak Jakarta di posisi bagian barat laut
Pulau Jawa. Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² dengan populasi penduduk
sebanyak 10.374.235 jiwa pada tahun 2017.
DKI
Jakarta menyediakan sarana pensisikan dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan
tinggi. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik agar secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan,
pengendalian diri, keprribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan
tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas kemampuan
seorang anak, tetapi juga menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan manusia (Kumar,
2007). Selain Pendidikan Regular adapula pendidikan untuk anak yang memiliki
kebutuhan khusus yaitu Pendidikan Khusus.
Pendidikan
khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, social atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
(Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003). Pendidikan khusus atau
Pendidikan Luar Biasa (SLB) adalah bagian terpadu dari sistem pendidikan
nasional yang secara khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang
kelainan fisik dan atau kelainan prilaku. Pada umumnya pendidikan luar biasa
diselenggarakan di Sekolah Luar Biasa (Mnagunsong, 1998).
Ada
tiga jenis Pendidikan Khusus, yaitu Pendidikan Segresi (sekolah yang memisahkan
anak berkebutuhan khusus dari sistem sekolah regular sesuai dengan jenis
kelainan), Pedidikan Integrasi (sistem sekolaj untuk memindahkan seorang siswa
pada lingkungan yang tidak terlalu terpisah dengan kelas sekolah regular) dan
Pendidikan Inklusi (sistem sekolah yang menyatukan siswa regular dan siswa
berkebutuhan khusus dalam program yang sama).
Menurut
Peraturan Menteri Pendidikan Naional (Permendiknas) No.70 tahun 2009 Pasal 3
ayat 1 yaitu setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, dan social atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa
berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Adapun
bentuk satuan pendidikan/lembaga sesuai dengan kekhususan di Indonesia
dikategorikan menjadi sebagai berikut :
1. SLB
A untuk tunanetra, yaitu seseorang dengan yang memiliki tingkat penglihatan
lemah atau akurasi kurang dari 6/60 atau tidak lagi memiliki penglihatan.
2. SLB
B untuk tunarungu, yaitu seseorang yang memiliki hambatan dalam pendengaran
baik permanen maupun tidak permanen.
3. SLB
C untuk tunagrahita, yaitu seseorang yang memiliki intelegensi yang signifikan
berada di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam beradaptasi
prilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
4. SLB
D untuk tunadaksa, yaitu seseorang yang memiliki ganguan gerak yang disebabkan
oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit
akibat kecelakaan, amputasi, polio dan lumpuh.
5. SLB
E untuk tunalaras, yaitu seseorang yang mengalami hambatan dalam mengendalikan
emosi dan control social.
6. SLB
G untuk cacat ganda, yaitu seseorang yang memiliki lebih dari satu kelainan
pada dirinya.
Jumlah
penduduk Jakarta berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta pada tahun
2017 tercatat sejumlah penyandang disabilitas sebanyak 10,37 juta jiwa. Kota
dengan tingkat populasi penyandang disabilitas terbanyak yaitu Jakarta Timur
dengan jumlah populasi sebanyak 2,89 juta jiwa. Jakarta Barat sebanyak 2,53
juta jiwa, Jakarta Selatan sebanyak 2,23 juta jiwa, Jakarta Utara sebanyak 1,78
jua jiwa, Jakarta Pusat sebanyak 921 ribu jiwa, dan kabupaten kepulauan seribu
sebanyak 24 ribu jiwa.
Sedangkan
untuk penyandang disabilitas di Jakarta Bapan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta
mensurvey pada tahun 2015, tercatat jumlah penyandang disabilitas di Jakarta
mencapai 6.003 jiwa.
Kota
Jakarta Timur merupakan kota ketiga di DKI Jakarta dengan populasi jumlah
disabilitas terbanyak, maka dari itu penulis memilih kota salah satu sekolah
yang menangani anak yang berkebutuhan khusus yaitu pada Yayasan Budi Daya Kasih
yang berlokasi di Jalan Raya Bogor, No.44, Cijantung, Jakarta Timur.
Yayasan
Budi Daya Kasih merupakan sebuah sekolah milik swasta, gedung Yayasan Budi Daya
Kasih ini disumbangkan oleh Women’s International Club Jakarta Penulis
melakukan penelitian pada bagian bangunan SLB C. Pada Yayasan Budi Daya Kasih
ini SLB bagian C merupakan gabungan dari SLB B dan SLB D.
1.2 METODE PEMBAHASAN
Dalam
pembahasan ini penulis menggunakan metode deduktif, yaitu berdasarkan
fakta-fakta yang menyangkut sesuatu lingkungan tertentu yang nyata. Metode
deduktif ini berasal daru teori untuk mendapatkan pengetahuan substansif dan
parameter-parameternya. Parameter yang digunakan dalam pembahasan kritik
arsitektur deduktif yaitu berupa :
1. Aspek
statis : yaitu berfokus pada bentuk banguanan dan fungsi dari bangunan
tersebut.
2.
Aspek dinamis : yaitu berupa kegunaan
dari bangunan tersebut dan aktivitas pada bangunan tersebut.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 ASPEK STATIS YAYASAN BUDI DAYA
KASIH
Bangunan
Yayasan Budi Daya Kasih merupakan bangunan yang berfungsi sebagai sekolah
khusus untuk siswa disabilitas yang berada di daerah Cijantung, Jakarta Timur. Bentuk
bangunan yayasan budi daya kasih seperti sekolah regular pada umumnya dan tidak
ada ciri khusus yang menandakan bahwa itu merupakan sekolah untuk siswa
disabilitas.
Gambar 2.1 Bentuk Yayasan Budi
Daya Kasih
Sumber : Data Pribadi
2.2 ASPEK DINAMIS YAYASAN BUDI DAYA
KASIH
Yayasan
Budi Daya Kasih ini hanya memiliki satu lantai dan memiliki tiga gedung
bangunan. Bangunan pertama untuk SLB B, bangunan kedua untuk SLB C dan bangunan
ketiga yaitu untuk SLB C SMP dan SMA.
Gambar 2.2 SLB B
Sumber : Data Pribadi
Dalam
satu kelas di yayasan ini memiliki jumlah maksimal 5 orang untuk TK dan 8 orang
untuk SMP dan SMA. Keadaan dalam kelas akan kondusif bila siswa dalam keadaan
tenang dan tidak hiperaktif.
Gambar 2.3 SLB C
Sumber : Data Pribadi
Pada
bagian bangunan ketiga letaknya berada di tempat yang berbeda yaitu menanjak
dan dibagian belakang terdapat tempat praktek kelas berkebun dan lapangan
olahraga.
Gambar 2.4 Akses Bagian Belakang
Gedung
Sumber : Data Pribadi
Gambar 2.4 Akses Bagian Belakang
Gedung
Sumber : Data Pribadi
BAB III KESIMPULAN
Bangunan
yayasan budi daya ini belum memenuhi kebutuhan untuk siswa disabilitas, akses
untuk siswa juga belum efektif karena tidak ada railing pada tangga dan pada
lantai tidak ada yellow line yaitu garis tanda pada lantai untuk penyandang
disabilitas.
Kepala
sekolah yayasan budi daya kasih mengharapkan bangunan sekolah yang mendekati
ideal untuk siswa disabilitas dan ingin sekolah diperbaiki secara total demi
kenyamanan siswa, pengunjung, dan kegiatan belajar mengajar.